Selasa, 10 Januari 2012

Makalah Fiqh Muamalah : Wadi'ah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Muamalah merupakan suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluannya sehari-hari yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam melengkapi kebutuhan hidup, untuk saling memahami antara penjual dan pembeli, untuk saling tolong menolong (ta’awul), serta untuk mempererat silaturahmi karena merupakan proses ta’aruf (perkenalan).
 
Namun dari beberapa tujuan muamalat tersebut, tidak sepenuhnya terlaksana. Masih banyak masalah-masalah yang terjadi karena proses muamalat tersebut. Diantaranya masih banyak orang yang dirugikan dalam suatu proses muamalat tersebut.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.
Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing, sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu.
Pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah memiliki maksud yaitu bahwa kita selaku umat muslim hendaknya mengetahui apa-apa yang bersangkutan dengan muamalah. Seperti dalam rukun muamalat-jual beli harus ada akad (ijab dan qabul). Dalam akad muamalat terdapat beberapa transaksi atau akad yang ada, diantarannya adalah akad Al-Wadi’ah, akad Al-Wakalah, dan Al-Kafalah, dsb. Dalam hal ini pemakalah mencoba menjelaskan salah satu bagian dari mumalat tersebut yaitu akad tentang Wadi’ah (titipan).

1.2. Metode Pembuatan Makalah

Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca dan telaah pustaka tentang wadi’ah dari sumber yang terkait. Selain itu, tim penyusun juga memperoleh dan mengambil data dari akses internet.

1.3. Tujuan Pembuatan Makalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
·         Mencoba mengedepankan sebuah topik salah satu akad dalam fiqh muamalah yaitu Wadi’ah (titipan).
·         Mengetahui tata cara pelaksanaan akad Wadi’ah.
·         Dapat memahami proses pelaksanaan akad Wadi.ah.
·         Dan tentunya sebagai tugas bagi mahasiswa guna mencari, mempelajari dan memahami fiqh muamalah khususnya tentang akad wadi’ah.

BAB II

PEMBAHASAN

1.4.  Definisi Wadi’ah

Kata Wadi’ah berasal dari wada asy syai-a yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

1.4.1. Definisi Menurut Bahasa dan Istilah

Menurut bahasa wadiah artinya yaitu : meniggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga.
Menurut istilah wadiah artinya yaitu : memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu

2.2.2. Definisi Menurut Ulama Fiqh

Ada 2 definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh yaitu:
1.      Ulama mahzab hanafi mendefinisikan
تسليط الغير على حفظ ماله صارحا أو دلالة
“mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas maupun yang isyarat.”
2.      Ulama mahzab hambali, syafi’I dan maliki ( jumhur ulama ) mendifinisikan wadiah sebagai berikut:
توكيل في حفظ مملوك على وجه مخصوص
“mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
Sedangkan tokoh-tokoh ekonomi perbangkan berpendapat bahwa wadiah adalah akad penitipan barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.

1.5. Dasar Hukum Wadi’ah


2.2.1. Dasar Hukum berdasarkan Al-Qur’an

Wadi’ah diterapkan mempuyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam Al-Qurannul karim suroh An-Nisa ayat 58 :
sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat.”

Kemudian suroh Al-Baqarah ayat 283:
“Jika kamu dalam perjalaan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembuyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembuyikan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

2.2.2. Dasar Hukum Berdasarkan Sabda Nabi SAW

Dan dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalas khianat kepada orang yang menghianatimu. (H.R Abu Daud dan Tirmidzi)

2.2.3. Dasar Hukum Berdasarkan Fatwa MUI

Kemudian berdasarkan fatwa dewan syari’ah nasional (DSN) No:01/DSN-MUI/IV/2000. Menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari;ah yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah. Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan fatwa DSN No:02//DSN-MUI/IV/2000. Menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’i
Dan dalam makalah ini akan sedikit pembahasan tentang giro wadiah dan tabungan wadiah.

1.6. Rukun Wadiah

Rukun wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya yang menyebabkan terjadinya Akad Wadi`ah yaitu :
1.      Muwaddi ( orang yang menitipkan )
2.      Wadi’I ( orang yang dititipi barang )
3.      Wadi’ah ( barang yang dititipkan )
4.      Shigot ( Ijab dan qobul )

1.7. Syarat rukun Wadiah

Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/ tangannya secara nyata.

1.8. Sifat Akad Wadi’ah

Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja, karena dalam wadiah terdapat unsure permintaan tolong maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’i. Kalau ia tidak mau maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan.
            Namun kalau wadi’I mengharuskan pembayaran semacam biaya administrasi maka akad wadi’ah ini berubah menjadi akad sewa “ijaroh” dan mengandung unsure kelaziman. Artinya wadi’I harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadi’I tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak kerena sudah dibayar.


1.9. Jenis Barang yang Diwadi’ahkan

Barang yang bisa di wadi’ahkan adalah seperti:
1.      Harta benda
2.      Uang
3.      Dokumen penting (saham, obligasi surat perjanjian dll)
4.      Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll)

1.10. Jenis-jenis Wadi’ah


1.10.1. Wadi’ah Yad Dhamanah


Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan (Wadi’i) dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang (Muwaddi), dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.
“diriwayatkan dari Abu rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar 2 tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,”Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).

Dan satu lagi orang yang menjaga barang titipan (Muwaddi) boleh-boleh saja bukan harus untuk memberikan bonus diperuntukan kepada penitip (Wadi’i)
Contoh:
Ust Irwan        : adri, ni ane nitip motor dulu yaa, bapak mau ngajar sebentar
Adri                 : owh. Ywdah pak, taro aja disitu
Ust Irwan        : ntar kalau mau dipeke, pake ja.
Adri                 : ya, makasih pak
(lalu motor itu dipakai adri untuk keperluaannya dan saat pengembilan barang)
Ust Irwan        : adri, kunci motornya mana?
Adri                 : niih pak, tadi bensin udah ane isiin penuh, tapi Cuma kepakai        sedikit, sisanya buwat bapak aja. Bonus
Ust Irwan        : oh gitu, makasih yaa dri.

1.10.2. Wadi’ah Yad Amanah

Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak diperkenankan penggunaan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan oleh kelalaian si penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si penitip (Muwaddi) wajib untuk membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i), namun boleh juga untuk tidak membayar asalkan orang yang dititipi tidak merasa keberatan dan menganggapnya sedekah.
Ada dalil yang menegaskan bahwa wadi’ah adalah akad tanpan jaminan, yaitu adalah :
1.      Amr Bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi SAW bersabda : “penerima titipan itu tidak menjamin
2.      Karena Allah menamakannya amanat, dan jaminan bertentangan dengan amanat
3.      Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa imbalan (tabarru)

Contoh:
Kadang kita mungkin tidak sadar bahwa waktu memarkir mobil atau motor sebenarnya kita sedang menitipakan barang milik kita yaitu mobil atau motor kita. Dan tentunya kita tidak mengizinkan tukang parkirna untuk menggunakan mobil atau motor kita tersebut, jadi sudah kewajiban kita untuk membayarkan tarif kepada tukang parkir tersebut.

















1.11. Aplikasi dalam Perbankan


1.11.1. Giro Wadiah

Menurut Budi Cahyadi dalam modul pelatihan perbankan syariah fakultas ekonomi Unpad, menjelaskan tentang giro wadi’ah adalah “simpanan pihak ketiga pada bank syariah (perorangan atau badan hukum, dalam mata uang rupiah atau valuta asing) dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek, bilyet giro atau pemindah bukuan”.
Dari pengertian diatas, prinsip wadi’ah yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip (Wadi’i) yang memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang titipannya. Sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi (Muwaddi) disertai hak untuk mengelola dana titipan. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Namun demikian, bank diperkenankan untuk memberikan intensif berupa bonus dengan syarat tidak boleh diperjanjikan dimuka.
Karakteristik giro wadi’ah menurut Budi cahyadi adalah:
1.      Dana giro wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial
2.      Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana wadi’ah menjadi hak yang harus ditanggung oleh bank.
3.      Pemilik dana wadi’ah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu, sebagian atau seluruhnya
4.      Penarikan menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan pemindah bukuan.
5.      Bank dapat memberikan bonus namun tidak diperjanjikan di muka

1.11.2. Tabungan Wadiah

Pengertian tabungan wadi’ah dijelaskan oleh Wiroso dalam bukunya penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah yaitu adalah “titipan pihak ketiga kepada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati dengan kwitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan”.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam prinsip syariah sebenarnya tabungan juga merupakan simpanan sementara untuk menentukan pilhan apakah untuk konsumsi yang dapat ditarik setiap saat. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan mengenai tabungan wadiah yaitu:
1.      Bersifat sementara
2.      Simpanan bias diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakatan
3.      Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank

1.12. Bagan Wadi’ah

1.      Wadi’ah Tradisional
Pentip Barang

(Muwaddi)
Penerima Barang

(Wadi’i)
 
     Titip Barang

                                          Mengembalikan
                                          Barang





2.      Wadi’ah Dalam perbankkan

Nasabah
(Muwaddi)
Bank
(Wadi’i)
                    1.Titip uang/Barang
3.       
a.        
   4.Memberikan bonus
 

                                                    3.Bagi                             2.Pemanfaatan
                                      Hasil                           Dana

Nasabah
(Muwaddi)
 

2BAB III
PENUTUP

2.1. Kesimpulan

1.      Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti meninggalkan atau titip.  Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun pesan atau amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan.  Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa hukum yang berkenaan dengan wadi`ah itu seperti, Apabila si penerima wadi`ah ini meminta imbalan maka ia disebut TAWKIL atau hanya sekedar menitip.           
2.      Jenis-jenis akad wadi’ah adalah :
a.       Wadi’ah Yad Dhamanah
b.      Wadi’ah Yad Amanah
3.      Aplikasi akad wad’iah dalam Perbankan Syariah antara lain :
a.       Giro wadi’ah
b.      Tabungan wadi’ah

2.2. Penutup

Dengan segala keterbatasan ilmu dan sumber-sumber yang kami pelajari, kami dari tim penyusun mengakui banyaknya kekurangan dan ketidak sempurnaan kami dalam penyusunan makalah ini. Karenanya, kami mohon maaf dengan kerendahan hati senantiasa kami harapkan kritik dan saran dari para rekan mahasiswa, dosen dan para ustadz guna menunjang perkembangan pembuatan makalah kami ke depan, selanjutnya semua kami serahkan kepada Allah SWT selaku pemilik ilmu ini dan Dia-lah dzat yang Maha Benar lagi Maha Sempurna.
Semoga tugas makalah ini dicatat sebagai amal baik kami oleh Allah Swt. Sebagai amal shalih dan bermanfaat. Amin.






3DAFTAR PUSTAKA

1.      Fatwa Dewan Syariah Nasional
2.      www.wikipedia.co.id
3.      www.syariahlife.com 
4.      www.pa-pandan.net
6.      Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
7.      Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syari’ah Kontemporer, Jakarta: Renaisan, 2005.
8.      ____________, Cara Mudah Memahami Akad-akad Syari’ah, Jakarta: Renaisan, 2005
9.      Rivai, Veithzal, dkk.,Bank and Financial Institution Management Conventional & Sharia Syistem, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Shalahuddin Lc, dkk., Produk-produk Jasa Bank Islam Teori dan Praktek, Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Islam, 2004
.
10.  Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 87.
11.  Ibid., hlm. 88.

1 komentar: